Senin, 04 Januari 2016

Hai hai,,,,


UAS Sociological Academic Skills
“Memperbincangkan Pengetahuan? Disiplin Sosiologi Juga Punya Sejarah”
Oleh : Fania Alif Rusdianti (155120100111004), A1-Sosiologi, FISIP, Universitas Brawijaya

Pengetahuan itu penting diketahui. Tidak ada suatu pengetahuan yang berkembang jika tidak ada latar belakangnya. Latar belakang itulah yang sedang dicari oleh Geger Riyanto, seorang sosiolog yang berusaha mengupas sejarah sosiologi di Indonesia. Kini di abad-21, sosiologi menjadi banyak dipelajari di ranah Perguruan Tinggi. Dalam jurnal artikel Riyanto yang dimuat redaksi Jurnal Sosiologi MASYARAKAT tahun 2012 dengan  judul “Memperbincangkan Sejarah-sejarah Mikro Disiplin Sosiologi”, sedikit mencerahkan sejarah sosiologi di Indonesia.

Mendengar sebuah judul yang diangkat Riyanto tersebut, membuat penulis berfikir apakah sosiologi itu berawal begitu saja? Ataukah karena ada kepentingan darurat yang membutuhkan penanganan untuk segera diatasi? Lalu, motif apa yang mendasarinya? Beraneka pertanyaan inilah yang menjadi dasar mengapa artikel ini ada dan patut untuk dibaca sebagai pengetahuan.

Riyanto memakai dua literatur karya Haney dan Gilman yang dijadikan sebagai tesis yang membahas perkembangan ilmu sosial di Amerika pada dekade 1940-1960an. Keduanya berperan dalam meng’ada’kan pengetahuan mengenai sejarah disiplin sosiologi, yang dapat penulis identifikasikan sebagai berikut:
1.    Karya Haney
Sebuah buku 284 halaman yang ditulis oleh David Haney pada tahun 2008 dengan judul The Americanization of Social Science: Intellectuals and Public Responsibility in the Postwar United States mengulas geliat pembentukan ilmu sosial di tingkatan organisasional.
Lagi-lagi, Haney juga mencoba mencari asal-usul mengapa sosiologi menjadi profesi yang eksklusif dan terpisah publik Amerika Serikat. Inilah bukti kedua yang penulis temukan, betapa sejarah itu memanglah patut untuk dipelajari.
Dapat diketahui arah teori dan metode dalam sosiologi dengan adanya pergulatan merebut legitimasi keilmuan, kekuasaan yang menciptakan gaya tarik-menarik yang membentuk sosiologi. Haney berusaha menegaskan arti penting riset empiris dan memperlihatkan metode kuantitatif. Tidak itu saja, kita juga bisa menemukan dinamika lain seputar dalam memapankan profesi dan ilmu ini.
Di bagian akhir, Haney bersikap tidak bersimpati pada gagasan sosiologi semata melainkan tetap tegas berpendirian sebagai peneliti. Meskipun demikian, karya Haney ini cukup memberi pencerahan masa lalu ilmu sosial di Amerika Serikat dan hal-hal di balik wajah disiplin ilmu sosiologi.
2.    Karya Gilman
Sebuah buku 329 halaman yang berjudul Mandarins of the Future: Modernization Theory in Gold War America ditulis oleh Nils Gilman setahun sebelum karya Haney di atas terbit. Buku ini mengulas tentang bagaimana lembaga ilmu sosial terlibat memberikan bahasa ilmiah bagi pandangan dunia negara Amerika Serikat.
Dapat diketahui arah teori dan metode sosiologi yang populer tersebut dengan bagaimana aktor dan lembaga ilmu sosial Amerika cekatan merumuskan modernisme dalam wujud teori yang disusupi oleh kepentingan global Amerika Serikat itu sendiri. Seperti Edward Shils yang mengartikan modernitas adalah kondisi yang ‘demokratis dan setara, ilmiah, maju secara ekonomi dan berdaulat’.
Gilman membahas mengenai wacana pembangunan Amerika Serikat yang merambahi ilmu sosial dan bagaimana iklim politik memunculkan ketertarikan kepada dunia akademik. Ia terkesan berusaha mengetengahkan modernisasi sebagai delusi. Dengan jelas, Gilman menyampaikan bahwa ambisi buku ini menjadi sejarah mikro teori modernisasi. Ia juga memperhatikan dengan betul proses pembentukan gagasan yang ditempatkan dalam konteks sosial-politiknya.
Dibalik uraian kedua tesis di atas, adapun tabel yang bisa penulis sajikan:
Ò Perbedaan yang mendasar :
Perbedaan
Karya Haney
Karya Gilman
Bahan pembahasan
Memaparkan kutipan pernyataan para aktor yang berbeda untuk merangkai potret jernih perkembangan keorganisasian sosiologi.
Mendalami karya-karya teoritis lalu menarik relasi ide dengan situasi ekonomi-politik yang lebih mengandalkan analisis spekulatif.
Gaya penulisan
Bisa menggambarkan situasi genting yang dialami ilmu sosial pada saat itu dengan meyakinkan.
Sering terkesan tidak jelas apa yang terjadi pada lembaga dan aktor keilmuan ini, sehingga terlibat dalam wacana besar

Ò Adapula persamaannya:
Persamaan
Karya Haney dan Gilman
Deteksi karya
Keduanya merupakan karya sosiologi yang mantap, dimana penempatan subjek dan struktur pada tepat pada keberadaan dan proporsi masing-masing.
Efek kepada pembaca
Dengan membaca buku-buku itu menjadikan orang tidak beranggapan bahwa proses kognitif intens subjek sebagai fakta yang tidak berarti.
Hal yang dipertahankan
Berusaha menjaga kualitas, dan memberikan pesan penting bahwa ‘sosiologi pengetahuan tidak bisa mengabaikan arti pengetahuan itu sendiri ataupun memalingkan mata dari proses sosial yang selalu memintalnya’.

*dikutip dari artikel (Riyanto, 2012)
Memperbincangkan pengetahuan dan sejarah disiplin sosiologi, tidak lengkap rasanya jika tidak membahas kondisi sosiologi di Indonesia. Meskipun dua tesis ini memiliki fokus dan batasan tertentu, keduanya berperan penting dalam memperlihatkan jejak perjalanan yang diambil institusi sosiologi di masa lalu. 
Studi sosiologi di Indonesia dirintis oleh ilmuwan sosial seperti Selo Soemardjan, Koentjaningrat dengan dibantu lembaga ilmu sosial. Studi ini sangatlah dipengaruhi oleh tata cara dan batasan berpikir paradigma sosiologi pada tahun 1950-an dari negara asalnya. Adapula Soerjono Soekanto yang banyak menyajikan buku kumpulan kuliah sosiologi.
Tidak perlu lagi sulit untuk membuat abstraksi bentuk sosiologi (Riyanto, 2012). Karena telah adanya kesepadanan dan keselarasan sosiologi di penjuru dunia manapun, akarnya tetap di Amerika. Misalnya saja di Indonesia, pandangan Selo Sumardjan dan Edward Shils hampir serupa.
Lantas, bagaimana dengan sejarah mikro disiplin sosiologi?  Buku The Americanization of Social Science dan Mandarins of the Future berkontribusi dalam membangun perspektif yang akhirnya sangat menentukan cara berpikir sistematik dalam mengkaji sejarah disiplin ilmu.
Sejarahnya, pada tahun 1940-an kecaman dan serangan panas ditujukan kepada ilmu sosial, banyak yang tidak setuju adanya jatah anggaran bagi riset ilmu sosial. Dalam pidato, Parsons mengungkapkan kegagalan riset empiris dalam membangun badan ilmu pengetahuan yang utuh. Parsons berpendapat bahwa sosiologi pada dasarnya merupakan suatu disiplin intelektual (Soekanto, 1986). Menurutnya, hanya fisikalah disiplin ilmu yang utuh. Namun, ia berharap Harvard Departement of Social Relations dapat membantunya ke arah itu. Perdebatan dalam mempertahankan ihwal kedudukan sosiologi pun tidak mudah,  diserang oleh mereka yang menganggap ilmu sosial itu ilmu yang tidak berkontradiksi dan tidak perlu dipertanyakan lagi.
Mungkin selama ini kita berpikir ilmu sosial memiliki jalan mulus, namun ternyata tidaklah semulus yang dibayangkan. Begitulah sejarah disiplin ilmu sosiologi yang perlu untuk diketahui sebagai pengetahuan.

Sumber Referensi

Riyanto, G. (2012). Memperbincangkan Sejarah Mikro Disiplin Sosiologi. Jurnal Sosiologi MASYARAKAT, 84-98.
Soekanto, S. (1986). TALCOTT PARSONS, FUNGSIONALISME IMPERATIF. Jakarta: Rajawali.

 TERIMAKASIH :)


“Memperbincangkan Pengetahuan? Disiplin Sosiologi Juga Punya Sejarah”

Disajikan untuk memenuhi Ujian Akhir Semester 1
Mata Kuliah : Sociological Academic Skills
Dosen Pengampu : Anton Novenanto
Senin, 4 Januari 2016 
Penulis,                                                                                      



Fania Alif Rusdianti
NIM. 155120100111004
 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar